My Family

Kesederhanaan keluarga membentuk saya menjadi pribadi yang mandiri, berfikir dan penuh pertimbangan dalam menentukan sesuatu.

Graduation Moment

Ada banyak hal yang berkesan dalam hidup ini, diantaranya ketika kita berhasil melewati proses-demi proses pendewasaan.

Kegembiraan

Selalui ada hal yang mengejutkan yang membuat kamu selalu bersemangat melewati berbagai tantangan didepan, feel free and get realax.

Masa Depan

5 Point masa depan yang saya tulis adalah hal yang realistis yang saya yakin saya mampu melakukannya.

Work hard Pray Hard

Sealalu bersyukur dengan apa yang telah saya terima atas kegagalan dan keberhasilan, dan senantiasa terus berharap untuk menjadi yang lebih baik lagi kedepannya.

Tuesday, August 3, 2010

Komunikasi Antar Pribadi : How to Intrigue Everyone Without Saying a Word


You Only Have Ten Seconds to
Show You’re a Somebody

The exact moment that two humans lay eyes on each other has
awesome potency. The first sight of you is a brilliant holograph.
It burns its way into your new acquaintance’s eyes and can stay
emblazoned in his or her memory forever.
Artists are sometimes able to capture this quicksilver, fleeting
emotional response. My friend Robert Grossman is an accom-
plished caricature artist who draws regularly for Forbes, Newsweek,
Sports Illustrated, Rolling Stone, and other popular publications.
Bob has a unique gift for capturing not only the physical appear-
ance of his subjects, but for zeroing in on the essence of their per-
sonalities. The bodies and souls of hundreds of luminaries radiate
from his sketch pad. One glance at his caricatures of famous peo-
ple and you can actually “see” their personalities.

Sometimes at a party, Bob will do a quick sketch on a cock-
tail napkin of a guest. Hovering over Bob’s shoulder, the onlook-
ers gasp as they watch their friend’s image and essence materialize
before their eyes. When he’s finished drawing, he puts his pen
down and hands the napkin to the subject. Often a puzzled look
comes over the subject’s face. He or she usually mumbles some
politeness like, “Well, er, that’s great. But it really isn’t me.”
The crowd’s convincing crescendo of “Oh yes it is!” drowns
the subject out and squelches any lingering doubt. The confused
subject is left to stare back at the world’s view of himself or her-
self in the napkin.
Once when I was visiting Bob’s studio, I asked him how he
could capture people’s personalities so well. He said, “It’s simple.
I just look at them.”
“No,” I asked, “How do you capture their personalities? Don’t
you have to do a lot of research about their lifestyle, their history?”
“No, I told you, Leil, I just look at them.”
“Huh?”
He went on to explain, “Almost every facet of people’s per-
sonalities is evident from their appearance, their posture, the way
they move. For instance . . .” he said, calling me over to a file where
he kept his caricatures of political figures.
“See,” Bob said, pointing to angles on various presidential body
parts, “here’s the boyishness of Clinton,” showing me his half smile;
“the awkwardness of the elder George Bush,” pointing to his shoul-
der angle; “the charm of Reagan,” noting the ex-president’s smiling
eyes; “the shiftiness of Nixon,” pointing to the furtive tilt of his
head. Digging a little deeper into his file, he pulled out Franklin
Delano Roosevelt and, pointing to the nose high in the air, “Here’s
the pride of FDR.” It’s all in the face and the body.
First impressions are indelible. Why? Because in our fast-
paced, information-overload world of multiple stimuli bombard-
ing us every second, people’s heads are spinning. They must form
quick judgments to make sense of the world and get on with what
they have to do. So, whenever people meet you, they take an
instant mental snapshot. That image of you becomes the data they
deal with for a very long time.

Wednesday, April 14, 2010

Puisi Yang Menyentuh


Sebenarnya tak sengaja browsing internet sambil menanti ngantuk tiba, sebagai kebiasaan setiap malam diujung kelelahan. Sudah jam 11 lewat 10 menit saat itu, setelah buka foxit reader untuk baca-baca modul kuliah Opini Publik dan Perencanaan Program Komunikasi. Males sih tapi mata masih saja terbuka seakan ada yang mengganjal dengan batang korek api.

Tak sengaja situs online open learn milik UT mengantarkan aku pada blognya IKAUT dan menemukan posting yang mengingatkan puisi yang dibacakan Dedi Mizwar pada peringatan kebangkitan nasional di stasiun-stasiun TV disela-sela program tayangan. Bahasa puisi yang cukup menyentuh dan inspiring banget menurutku, apalagi suara Om Dedi yang vibra mengesankan sosok yang bijak dan melankolis membuat pendengar merasa bergetar dan tersentuh hatinya. Berikut puisi yang dibacakan Om Dedi Mizwar tersebut

Bangkit itu susah, susah melihat orang susah , senang melihat orang senang.
Bangkit itu takut, takut korupsi, takut makan yang bukan haknya.
Bangkit itu mencuri, mencuri perhatian dunia dalam prestasi.
Bangkit itu marah, marah bila martabat bangsa diinjak.
Bangkit itu tidak ada, tidak ada kata menyerah, tidak ada kata putus asa.
Bangkit itu malu, malu menjadi benalu, malu karena minta melulu.
Bangkit itu aku, untuk bangsaku.
dan....Bangkit itu berbuat, berbuat sesuatu untuk mewujudkan secara nyata cita-cita bangsa merdeka yang benar-benar menikmati kesejahteraan bangsanya secara merata!.

Kalau anda pernah mendengar puisi tersebut pasti merasa tersentuh apalagi menurutku sebagai pemuda Indonesia amat sangat terpanggil untuk memberikan sesuatu yang terbaik bagi bangsa ini, tentunya haruslah dibaca tidak hanya oraly (verbal) tetapi membacanya menggunakan bahasa hati nurani (feel) sehingga efeknya dapat kita rasakan sebagai api penyemangat dalam melakukan kegiatan yang positif.

Monday, January 11, 2010

Belajar NGE-BLOG nyok



"Hey, cepet dong...  Lu gak liat apa para Blogger yang hebat - hebat itu. Tulisan - Tulisan mereka buat lu cemen" 
Begitulah kiranya afirmasi "ngaco" yang saya buat. Heheu...

Keranjingan browsing Internet tuh bikin ngiri sama anak-anak Blogger aja yah.  Ada anak kecil yang nulis nya hebat banget sumpah. Padahal gw yang udah lanjut usia ini (heuh lebay) belum bisa cuap-cuap nulis artikel. Boro-boro yang ilmiah, yang ngeyel aja gak bisa. Sulit ngungkapin pikiran lewat tulisan nih, bawaannya males aja yang ada. So, harus gimana dong supaya sama kayak yang lain, yang udah menghasilkan karya yang dibaca oleh jutaan orang di seluruh dunia. Kalo ngarang mau ngarang apa coba, susah move on deh nih kayaknya. Masa mau ngirinya doang tanpa karya yang jelas. Trus gimana dong. 


Nih kayanya tulisan gw yang pertama yang provokatif banget deh. Masa ada yang ngeluh sama diri sendiri. Dipasang di blog lagi, apa gak malu yah. Yo wes lah pokoknya supaya ada perubahan yang berarti gitu dalam diri ini.

Jadi mahasiswa anak komunikasi tuh banyak motivate gw ke arah broadcast sih, bukan yang jago nulis atau editor apalah gitu. So mungkin energi nya gak ngarus ke dunia tulis menulis, paling banter bikin video dan fotografi. Tapi sadar sih nulis itu sepenting minum sehabis makan. Mau makanan se enak apapun Kalo gak minum ya celaka, jadinya gak nyaman aja gitu setelah tau prinsip nya kayak gitu.
Yah.. walau dikatakan masih belajar, inilah mungkin tulisan yang original keluar dari pemikiran saya, tanpa copycat sebaris pun kalimat diambil dari artikel lain. Masih ngaco sih, karena gak terbiasa atau lebih ke amatir tingkat pemula. Atau mungkin ini sih lebih ke curhat soal keadaan heheu..
Mudah-mudahan tulisan-tulisan selanjutnya bisa lebih berkembang ke arah yang lebih baik lagi, lebih variatif dan mendapat respon positif dari pembaca seantero dunia maya ini.

Salam NGE-BLOG.
sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com