Thursday, October 25, 2012

MASA KECILKU JAMAN ORBA

 
“keadaanlah yang membentuk sudut pandang manusia, namun manusialah yang membuat keadaan, maka bentuklah keadaan dirimu sebaik mungkin agar sudutpandangmu berada di arah yang baik”
-jali gojali-

Flashback 20 tahun yang lalu dimana saat itu usiaku masih 8 tahun, sekitar kelas 3 SD. Aku bersekolah di SDN Labuan 6 Kecamatan Labuan Pandeglang Banten sekarang sih sudah berubah nama menjadi SDN Kalanganyar 3 tapi lokasinya masih disitu yang berbeda cuma gedungnya yang sudah mengalami perehaban sehingga sudah tak seperti dulu lagi.

Aku bersyukur dilahirkan dari keluarga sederhana yang cukup dalam memenuhi kebutuhan dasar hidup sehari-hari. Ibu dan Bapak yang wiraswasta memilki waktu dirumah yang banyak sehingga banyak pelajaran yang aku contoh dan dapatkan dari kedua orang tuaku itu. Kerja keras dan kegigihan mereka sangat terasa yang kadang membuat diriku merasa ingin sekali suatu saat nanti bisa membuat kedua orang tuaku itu pensiun dari pekerjaanya dengan penghasilanku kelak. Aku bukan anak pandai, suka bermain dan membandel sekali pada perintah orang tua. Apalagi kalau sudah disuruh berangkat ke pengajian, malesnya bukan main. Aku lebih tertarik nonton tv atau bermain di luar bersama teman-teman. Sedari kecil aku seperti sudah memiliki prinsip bahwa aku ini individu yang gak bisa diatur atau di suruh karena sebenarnya aku juga akan melakukannya, tapi tidak pada waktu dimana menurutku tidak tepat dilakukan pada saat-saat tertentu. Aturan semi otoriter yang kerap dilakukan orang tua pada ku membuat berontak dan kadang suka membalikan pembicaraan. Tapi semu aitu masih dalam kesadaran bahwa semua sikap orang tuaku intinya untuk kebaikan juga.

Selebihnya masa kecil dulu itu indah sekali, tidak ada keluhan orang tua yang berhubungan dengan masalah finansial atau mungkin karena aku masih kecil jadi kebutuhannya belum banyak. Engga juga kok, lebih tepatnya didikan orang tua yang memberikan contoh kesederhanaan membuat kami harus selalu bersyukur atas apa yang kami terima. Sedikit ya disyukuri banyak alhamdulillah. Namun Ibu bercerita bahwa iklim usaha dulu lebih baik dari sekarang ini. Jarang ada orang yang hutangnya menumpuk, kreditan gak kebayar atau konflik dengan rentenir. Iklim perekonomian Orde Baru yang tumbuh sekitar 35% pertahunnya cukup menjadi bukti bahwa Indonesia di jaman orde baru mengalami kemajuan yang sangat pesat. Sektor Pariwisata sebagai penggerak perekonomian Kota Labuan pada saat itu memiliki andil besar pada kesejahteraan penduduknya. Dulu pantai Carita itu seperti Bali ke 2 bagi turis asing yang datang dari berbagai negara. Tingkat pembangunan hotel-hotel bertaraf internasional cukup meningkat, begitujuga dengan tingkat sewanya.

Keamanan yang kondusif dan stabilitas perekonomian yang terjadi nampaknya berpengaruh besar terhadap kesejahteraan penduduk pada saat itu. Mau usaha apa saja asal memiliki kemauan nampaknya akan lumayan sukses, mau jualan apa saja akan laku. Tidak ada premanisme, birokrasi yang rumit, atau pejabat yang menyalah gunakan wewenangnya. Semuanya diatur dengan mekanisme terpusat. Pusatlah yang memilki kendali, sedangkan kepala daerah hanya bertugas mengelola sesuai instruksinya. Tidak ada demonstrasi penuntutan hak, atau penggugatan ketidak adilan. Yang ada hanyalah tunduk dan patuh pada aturan dan perintah atasan. Kondisi ini membuat indonesia berada pada kestabilan keamanan yang sangat baik.

Disamping itu pembangunan berbagai infrastruktur terus berjalan, membuka banyak sekali lapangan pekerjaan dan kemudian menekan angka pengangguran. Teringat ketika kakak perempuan ku bekerja di sebuah pabrik sepatu di daerah tangerang pada saat itu, pernah diajak berkeliling melihat megahnya kota jakarta dan setidaknya hal tersebut membuatku cukup berkesan. Melihat ribuan karyawan pabrik tersebut masuk kerja secara bersamaan, memilki penghidupan yang layak, sungguh senang sekali. Nampaknya Orde Baru berhasil mensukseskan program-program pembangunannya.


Melihat uang pecahan Rp. 50.000 bergambar Soeharto seakan aku melihat sosok pemimpin yang tegas dan cerdas. Sosoknya diidolakan oleh banyak orang termasuk mungkin diriku pada saat itu. Aku tau betul wajahnya, sosoknya, cara berbicaranya yang khas (padet kejawaan), memiliki pangkat jenderal dan dari keturunan seorang petani. Cukup kiranya menginspirasi diriku yang juga berasal dari keluarga yang sederhana. Aku tumbuh besar seiring kepemimpinannya yang terus menenrus terpilih kembali menjadi presiden. Tak pernah ada pergantian foto presiden di sekolahku, sampai-sampai aku hafal betul nama mentri-metri pembantunya yang tergabung dalam kabinet Pembangunan. Pada waktu kelas 6 aku tahu betul apa itu Repelita, siapa menteri penerangan, siapa menteri agama, dan bahkan mejadi tebak-tebakan kami desela-sela istirahat sekolah.

Kami belajar dengan sistem pendidikan yang mengacu pada kurikulum CBSA. Walau pelajaran sikap tidak spesifik diajarkan namun menghormati guru dan teman sduah menjadi nilai yang saling kami tularkan satu-sama lain. Iklim kekerabatan dan saling gotong royong, saling membantu, solidaritas sesama warga sangat erat terjadi pada masa itu. Kami benar-benar takut aturan dan fungsi aturanpun berjalan semestinya. Tidak ada yang semena-mena melanggar aturan, atau aturan itu sendiri yang akan mencelakakan jika dilanggar.

Dulu tidak ada pemilihan kepala daerah atau presiden secara langsung oleh rakyat. Pemilihan kepala daerah (Gubernur/Bupati) dilakukan dengan mekanisme jabadan eselon setingkat menteri, sedangkan Presiden ditentunkan dengan mekanisme suara terbanyak di tingkat Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Masayarakat tinggal menunggu keputusan MPR siapa yang akan terpilih menjadi Presiden nanti. Tidak ada biaya triliunan rupiah yang dikeluarkan pemerintah untuk memilih wakil rakyat, karena mekanisme yang dijalankan cukup keputusan ditingkat pusat saja. Partisipasi rakyat didunia politik hanya terbatas pada menentukan sikap politik memilih partai saja. Ada 3 partai politik peserta pemilu tiap 5 tahunnya dan kurang lebih selama 40 tahun tetap tidak bertambah jumlahnya. Suasana Pemilu dulu sangat meriah berbeda dengan sekarang yang lebih ke “money oriented”. Dulu saya tahu betul ribuan motor dan mobil turun kejalan sebagai bentuk dukungan simpatisan pada partai pilihannya. Jika musim kampanye tiba di kampung saya banyak stiker dan bendera partai berkibar layaknya perayaan 17an. Sekali mendapat jadwal kampanye gemuruh suara mobil dan motor simpatisan turun ke jalan membuat saya berlari ingin melihat aksi mereka. Jika hari ini jadwal PPP yang berkampanye maka jalanan akan dipenuhi atribut berwarna hijau beriringan tak putus-putus melintasi jalan-jalan protokol. Begitu juga dengan Partai PDI dan Golkar. Suasana kampanye Partai waktu dulu cukup mengesankan dibanding sekarang.

Dulu kami tidak pernah kekurangan beras, dan harganya pun sangat terjangkau. Walau tidak ada bantuan beras raskin seperti sekarang namun dulu kami tidak pernah kekurangan karena harga beras stabil dengan daya beli masyarakat yang positif. Mekanisme import beras oleh BULOG dari thailand menjawab kekurangan pasokan beras dalam negeri sehingga “suplay and demand” dapat dikendalikan pemerintah. Tidak ada pihak swasta yang semena-mena memonopoli pasar baik dalam hal pasokan beras atau komoditas lainnya karena pemerintah punya taring yang sangat kuat menjadi pengendali.

Uang jajan saya waktu (jaman SD tahun 1992) itu sehari dikasih Rp. 1000, uang sebesar itu sebanding dengan harga 4 bungkus Sarimie atau 20 buah gorengan atau 40 buah permen. Jadi mengacu pada pola jajan saya dulu seperti ini:

Pagi sebelum berangkat sekolah dikasih Bapak Rp. 1000
Menabung di sekolah                                    Rp. 500
Membeli Gorengan 2 bh                                Rp. 200
Membeli ES Limun 1x                                   Rp. 100
Membeli Permen 4 bh                                   Rp. 100
Membeli mainan (kelereng/gambaran/dll)       Rp. 100
Total uang jajan sekolah                              Rp. 1.000

 
Uang Rp. 25, tahun edar 1996 

Untuk uang jajan setelah pulang sekolah biasanya saya meminta tambahan dengan nada sedikit merengek pada orang tua.

Jaman sekolah SMP naik menjadi Rp. 1.500 sampai Rp. 2000 dengan kebutuhan dan kenaikan harga yang juga menyesuaikan.

Jaman SMA tahun 2002 uang jajan naik menjadi Rp. 5000 dipotong biaya transport Rp. 500 sekali jalan (PP Rp. 1000) jadi uang jajan utuh Rp. 4000 dengan rincian sebagai berikut:

Bubur sop 1 mangkok                                    Rp. 500
Gorengan 2 buah                                            Rp. 500
Minuman ES 2 gelas                                       Rp. 500
Mie ayam 1 mangkok                                   Rp. 1.000
Pendukung sekolah                                         Rp. 500
Lain-lain                                                       Rp. 1.000
Total                                                            Rp. 4.000

Juga biaya-biaya umum sebagai gamabaran :
Biaya foto copy / lembar                               Rp. 50
Ballpoint / bh                                               Rp. 500
Buku standar / bh                                      Rp. 1.000
SPP Sekolah SMA / Bulan                      Rp. 10.000
Ulangan harian                                         Rp. 500 – Rp. 2.000 (tergantung gurunya)
                               
Buku paket penunjang pelajaran yang dijual sekolah berkisar antara Rp. 5.000 sampai Rp. 10.000 (dicicil selama 1 semester)
Pernah mendapat beasiswa bantuan transport siswa (jauh) sebesar          Rp. 200.000
Beasiswa ikut lomba ESC (English Speaking Club) 2003 SPP sebesar    Rp. 100.000
Beasiswa ikut lomba ESC (English Speaking Club) 2004 SPP sebesar    Rp.   85.000                        

NB: semua biaya-biaya diatas mungkin akan berbeda dengan kondisi daerah masing-masing di tahun yang sama. Hitungan ini hanya mengacu pada jatah uasng saku saya selama 1 hari yang besar nominalnya akan berbeda bagi setiap orang.


Tapi alhamdulilah dengan terus terjadinya inflasi yang mengakibatkan penurunan nilai nominal uang dengan harga barang yang terus naik saya merasa cukup bersyukur mampu memenuhi kebutuhan hidup saat itu.

Mungkin kesannya saya terlalu menilai positif jaman ORBA, walau demikian saya tau betul kekurangan sistem pemerintahan ORBA ini, tapi nanti yah saya bahas terpisah, saya ingin mengucapkan terima kasih pada pemimpin saat itu atas kerja keras dan pemikirannya terhadap perkembangan dan kemajuan bangsa sehingga kami tumbuh berkembang dengan baik sampai sekarang, “alhamdulillah hirobbil alamin”. Terima kasih Pak Soeharto semoga amal ibadah mu diterima disisi Allah SWT, amin.   

       

0 komentar:

Post a Comment

sealkazzsoftware.blogspot.com resepkuekeringku.com